Minggu, 01 Mei 2011

Yang terhempas dan putus



Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

Sungguh beruntung meraka yang mati muda kata soe hok gie. Kita tahu bahwa selalu ada yang lebih agung dari kematian, karena hidup didunia bukan yang sebenarnya hidup kata syekh sitti jenar. dunia ini adalah kematian kita, maka untuk itu kita perlu menjemput hidup yang abadi. Lalu chairil anwar melihat kelam hidup dan setiap saat adalah waktu untuk berbenah karena setiap saat engkau bisa datang. Sebab setiap cerita dan peristiwa berlalu beku.

Mungkin chairil mampu melihat hidup dengan jernih, persenyawaan antara kontemplasi yang sempurna dan pengalaman yang mengahru biru dibadai revolusi telah memberikan makna akan setiap peristiwa, hingga menjelang kematianya_ 28 april 1949_ tiga hari sebelumnya ia menulis puisi yang terhempas dan putus sebagi isyarat kepergian dan menentukan karet sebagai daerahnya yang terkhir.

Mengenang charil anwar

Tidak ada komentar: