Ayah
saya pada suatu siang yang benderang tiba-tiba nyeletuk_mungkin beliau
lagi dirundung risau melihat bujangnya ini tak kunjung menikah_.
"Menemukan jodoh itu sembilan puluh persen urusan nekad" katanya,
setengah bergurau. saya tak paham apa yang di maksud beliau tentang
nekad. Saya coba menafsirkan tidak perlu banyak timbang-timbang, abaikan
rasionalitasmu dan tabrak semua penghalangnya. Ataukah itu hanya kata
provokatif, yang emosional dan mengabaikan kalkulasi matematis yang
selama ini menjadi fatsoen berpikiranya_ ayah saya seorang guru fisika_
karena di dorong kegalauan.
Dalam frasa kita
untuk urusan jodoh, masyarakat mengunakan kata menemukan jodoh bukan
menentukan jodoh.. Menemukan berkonotasi, ada sesuatu yang menggantung,
berselimut kabut, misterius tapi niscaya adanya, Dan kita di minta
mencarinya, seolah-olah kita sedang bermain petak umpet. Dia sebenarnya
ada dan milik kita semenjak lahir atau semenjak ajali, tapi sedang
berada disuatu tempat yang kita diminta menemukanya.
Keriuhan
cerita tentang mereka yang beretemu pasanganyapun tak kalah seru. Ada
pasangan undangan sudah di cetak. janur kuning sudah terpasang,
penghulu sudah menyiapkan buku nikah, tiba-tiba sang kekasih pada malam
sebelum akad, di bawah kabur pacar lamanya, atau ada pasangan yang
bertemu di bar, mabuk bersama dan berakhir di altar pendeta 2 jam
kemudian. Ada yang sudah memaduh kasih sembilan tahun, tak jadi kawin
karena di sudah dijodohkan semenjak dalam kandungan dengan anak rekan
bisnis ayahnya. Atawa pasangan bertemu di bis kota, kenalan dan
seminggu kemudian menghadap penghulu. Atau pasangan yang bertemu di pos
ronda di saat hujan, kedinginan, bercinta lalu hamil dan menikah. Ada
pula pasangan yang telah kelelahan membangun impian bertahun-tahun, tak
jadi menikah karena lelakinya terlampau melarat untuk membiayai pesta
pernikahan. Dan kegaduhan lainya, yang anda pun dapat menambah
daftarnya.
Kata Jodohpun sebenarnya mengandung teka-teki.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dia diartikan pasangan suami istri
atau sesuatu yang cocok di pasangkan. kalau demikian ijab kabul adalah
ikrar kita pada dunia bahwa kita telah menemukan jodoh. Lalu apa itu
perceraian, sudah tidak berjodohkah ? atau maaf kita pernah berjodohkah
?
Atau itu jodoh pertama saya_ kalau kita melakukan lebih dari satu kali
ijab kabul ?. Jika Demikian, jodoh adalah pertanyaan yang makin
bersimpang.
Mungkin tidak ada yang namanya jodoh, dia
adalah kata abstrak yang kita konstruksi untuk kepentingan pragmatis
sosial. Dia adalah naga yang kita ciptakan dalam dunia fantasi kita buat
dongeng anak-anak atau agar hidup lebih sedikit berwarna. Jodoh menjadi
semisterius naga, yang kata para tetuah tinggal di atap gunung dan
kadang kita butuh pendakian yang lelah untuk menemukannya. Setelah
sampai kita hanya menemukan singa, ular dan elang, yang kita satukan
dalam pikiran kita. Lalu kita memilih untuk menumpang elang, ular atau
singa untuk kembali kebumi.
Misteri rupanya menempati
ruang luas untuk urusan jodoh. Ia adalah takdir dengan sedikit sentuhan
kreatifitas akal dan kerja yang terbatas. Rumusnya juga terlihat
tumpang tindih, mungkin tak ada yang benar-benar baku. Setiap orang
menemukan aritmetikanya sendiri, konvergensi antara rasionalitas dan
pengalaman empiris yang terprivatisasi. Untuk itu mungkin lahir ramalan
jodoh, agar kita mendapatkan sedikit tuntunan.
Tapi jodoh
sebagaimana ruang 7 dimensi dari Enstein telah menempati ruang sosial
kita , maka kita dapat memberi peluang bagi matematika bekerja untuk
melakukan pendekatan. jodoh adalah diferensial dari sigma kreativitas
pengetahuan, kerja keras dan cinta dibagi harta di kali constanta C.
Jodoh adalah lelucon paling menggelikan yang di turunkan Tuhan.
NB
: 1. Tambahan untuk kamus besar bahasa Indonesia, jodoh adalah cinta
yang kita simpan untuk seseorang dengan utuh, meskipun kita
mengikrakan hidup dengan orang lain.
2. Dalam rangka hari ibu.. "Menemukan ibu untuk anak-anaku"
WR.. 22 Desember 2010